Lama sudah saya
tidak berkunjung ke rumah teman saya. Tiga hari lalu, saya berkunjung—kami minum
teh, hari itu sudah malam memang. Ia berkata, “Vid, bukankah dalam diri manusia
itu terkandung pengetahuan sekaligus ketidaktahuan? Tanpa manusia, tidak ada
pengetahuan dan ketidaktahuan.” Barangkali, karena melihat alis saya yang berkerut,
ia berkata [dugaan saya dengan niat menyederhanakan apa yang disampaikannya]: “Bukankah
di dalam kegelapan, sesungguhnya engkau tidak pernah menjadi orang buta?”
seperti alif beta dan eureka. mawar melati dan segala yang mabuk cuaca. seperti kulkas, semua indah dan selamat membahasa.
Menteri Susi dan "Saya juga pernah begitu."
“Barangkali bukan karena merokok dan bertato, maka mereka tidak menyukai
dia--melainkan karena mereka memang tidak suka, maka mereka lihat
merokok dan bertato itu sebagai tanda adanya kekurangberesan.” Teman
saya omong begini demi komentari pemberitaan seputar pro-kontra Menteri
Susi—lalu menambahkan, “Saya juga pernah begitu.” Setelah mendengar
teman saya, ingat kata-kata guru saya, “Dari apa yang faktual, kita
tidak dapat menyimpulkan apa yang normatif. Kesialannya di sini: justru
karena kita selalu berjumpa dengan yang faktual, tak pernah berjumpa
yang normatif.”
Subscribe to:
Posts (Atom)