ALIS DAN KENANGAN DIPENJARA

Namanya, Ali Yusuf Abu. Asal, Afrika Selatan. Umurnya, 26. Kemarin, dia menjalani pemberkasan di lantai empat, ruang Satuan Narkoba Polres Jakarta Timur.

Dua tahun lalu, 2004, pria kelahiran Cape Town ini tiba di Indonesia. Bekalnya, visa wisata. Itu berdasar pengakuan dia. Tapi, pemeriksaan di Markas Komando Polres Jakarta Timur membuktikan bahwa visa tersebut cuma kamuflase belaka. Kanit II Narkoba Polres Jakarta Timur AKP Budi Santosa sudah menetapkan dia sebagai tersangka penipuan. Dan sebenarnya, kesalahan dia tak hanya itu. Ketika ditangkap pada pukul 07.00, di Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat, kemarin, Alis tak membawa paspor. Padahal, bagi seorang yang tergolong Warga Negara Asing (WNA) paspor merupakan identitas pengganti Kartu Tanda Penduduk (KTP). Penetapan itu sendiri ternyata berlatarkan cerita yang dimulai sejak Juli 2006. Saat itu, pihak kepolisian mendapat informasi dari warga. Isi informasi itu: Alis pengedar putauw! Sebagai tindak lanjut, Polres Jakarta Timur menelusuri gerak-gerik Alis.

Dan, puncaknya terjadi ketika polisi yang menyamar berhubungan via telepon dengan tersangka. Soal yang mereka bicarakan tak lain adalah jual-beli putauw. Melalui telepon, polisi menyatakan bahwa mereka punya uang Rp18 juta. Alis menjawab, nominal sebesar itu setara dengan 50 gram putauw. Kedua belah pihak pun setuju, tinggal menentukan lokasi transaksi. Dipilihlah, Jalan Pecenongan, Jakarta Pusat.

Di tempat itu, polisi dan Alis bertemu. Alis meminta polisi mengunjukkan uang. Uang dalam amplop yang disembunyikan dibalik jaket pun ditunjukkan. Kini, gantian polisi yang meminta Alis melakukan hal serupa. Tapi, Alis tak memenuhi permintaan itu. Sebagai dalih, dia berjanji menyerahkan paket putauw setelah uang berpindah tangan dahulu. Tentu saja, itu tak bisa dipercayai oleh polisi.

Alis yang lumayan bisa berbahasa Indonesia ini pun mengajak polisi berkeliling untuk mengambil 'barang'. Setelah tawaran itu diikuti, polisi pun curiga Alis mau melarikan diri. Tanpa diduga, Alis langsung dibekuk dan dibawa ke Markas Komando Polres Jakarta Timur.

Di ruang pemeriksaan lantai empat itu, mengenakan kaos sport merah berlogo 'Air Jordan', Alis menyoal penangkapan itu. "Saya salah apa? Tidak ada barang bukti," kata pria berambut kriting dan pendek ini. Anehnya, dia tidak mangkir ketika dia ditetapkan sebagai penipu. Fakta pun meluncur dari mulutnya sendiri. "Dulu, saya pernah tipu napi di Salemba," kata lelaki yang berpostur gempal ini santai. Ceritanya, waktu itu napi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Salemba mau membeli putauw. Alis menyanggupi, tapi dengan syarat: uang dulu, baru barang. Setelah persyaratan dipenuhi, Alis segera raib.

Selain kejahatan itu, lelaki kelahiran 1980 ini pun mengungkap aib barunya lagi. Ia pernah dipenjara selama satu tahun karena soal aniaya. September 2006 bebas.

Pada tahun 2005, di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, ia menghajar rekan kerjanya yang berasal dari Kamerun hingga berdarah. "Dia menipu saya," katanya pula menerangkan sebab aniaya. Ternyata, hubungan antara Alis dan rekannya itu pun tak jauh dari 'dunia hitam'. Mereka berkomplot membuat uang palsu, khususnya mata uang Paman Sam. Ketika itu, seingat dia, 100 USD palsu mereka jual seharga Rp780 ribu. Masalahnya, keuntungan 'bisnis' tersebut seluruhnya dibawa pergi rekan kerjanya itu. Inilah pangkal pemukulan itu.

Kini, ingatan setahun dipenjara muncul kembali. "Ya, pusing deh. Bakal masuk lagi nih...," Alis mengeluh!