sajak terjemahan

Antara yang kutatap dan yang terucap
: kepada Roman Jakobson
-Octavio Paz-

1
Antara yang kutatap dan terucap,
Antara yang kutatap dan yang kudiamkan,
Antara yang kudiamkan dan yang kuidamkan,
Antara yang kuidamkan dan yang terlupakan:
puisi.
      Ia tergelincir
antara ya dan tidak,
                            mengucap
apa yang kudiamkan,
      mendiamkan
apa yang kuucapkan,
                 dan bermimpi
tentang apa yang terlupakan.
                                Puisi bukanlah mantra
ia adalah gerak.
            Puisi adalah gerak
pada mantra.
       Puisi
mengucap dan terdengar:
              ia begitu nyata.
Sesaat aku berkata
     ia begitu nyata,
puisi menjelma musnah.
                          Adakah ia abadi?

2.
Semesta akal
        dan ilusi
kata-kata:
             puisi
datang dan berkelana
         antara ada
dan ketiadaan.
        Ia menenun
dan mengungkai peta ingatan.
           Puisi,
ia-lah mata pada setiap kitab,
ia-lah kata bagi segala tatap.
Mata mengucap,
            kata-kata menatap,
melihat yang terucap.
                   Dengarkanlah
segala pertimbangan,
       lihatlah
apa yang kami ucapkan,
                         sentuhlah
peta ingatan dan cita-cita.
                Sesaat mata dipejam,
kata-kata menjelma cahaya.


Between What I See and What I Say[1]
: for Roman Jakobson
-Octavio Paz-

1
Between what I see and what I say,
Between what I see and what I keep silent,
Between what I keep silent and what I dream,
Between what I dream and what I forget:
poetry
It slips
between yes and no,
                               says
what I keep silent,
   keeps silent
what I say,
   dreams
what I forget.
        It is not speech:
it is an act.
   It is an act
of speech.
      Poetry
speaks and listens:
    it is real.
And as soon as I say
       it is real,
it vanishes.
    Is it than more real?

2.
Tangible idea,
         intangible
word:
        poetry
comes and goes
between what is
and what is not.
It weaves
and unwaves reflection.
Poetry,
scatter eyes on a page,
scatter words on our eyes.
Eyes speaks,
      words looks,
looks thing.
     To hear
thoughts,
see
what we say,
       touch
the body of an idea.
      Eyes close,
the words open.


[1] Saya tidak tahu siapa yang menterjemahkan puisi Octavio Paz ini ke dalam bahasa Inggris--dan saya juga tidak tahu juga puisi ini dalam bahasa aslinya. Terjemahan puisi Octavio Paz ini saya temukan melalui mesin pencari Google.

Kebersihan dan Haydn

Tiga hari lalu, teman saya datang berkunjung ke kontrakan saya. Di tengah perbincangan, teman saya mendadak bilang, "Vid, sebenarnya 'menjaga kebersihan' atau 'merawat kebersihan' yang tepat?" Entah mengapa, saya langsung melihat kontrakan saya yang berantakan--buku-buku yang berserak, pakaian-pakaian yang belum disetrika, hingga debu yang menempel di layar komputer yang masih menyala memperdengarkan simfoni 'The Last Seven Words' gubahan Joseph Haydn.

Naskah tentang Kucing dan Kepalanya



Dia memelihara 366 ekor kucing. Seekor hidup di dalam kamarnya—sisanya hidup dalam kepalanya. Kucing yang hidup dalam kamarnya bebas berkeliling kamar, keluar kamar, masuk ke dalam got—sekali waktu, jika tidak ketahuan Pasukan Pengaman Presiden, kucing itu dapat meloncat masuk ke dalam kompleks Istana Negara; saya tidak tahu apa yang dilakukan kucing itu di dalam kompleks Istana Negara, tapi saya tidak berharap dan tidak pula mengimajinasikan kucing itu akan mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil Presiden dan para pembantunya di dalam rapat kabinet, sebab kucing tidak memiliki kepentingan politik, hanya babi yang memiliki kepentingan politik (Orwell memberitahukan saya tentang hal ini).

Dia memelihara 366 ekor kucing. Seekor hidup di dalam kamarnya—sisanya hidup dalam kepala. Kucing-kucing dalam kepala memungkinkan dia melakukan apa saja. Misalnya, kucing dalam kepala memungkinkan dia berniat tidur—namun ketika dia sudah merebahkan diri di atas kasur, tiba-tiba muncul kucing lain yang memerintahkannya untuk membaca buku, bersamaan dengan itu muncul pula kucing yang lain pula yang memerintahkan dia untuk pergi menonton televisi (entah untuk menyaksikan apa, saya tidak tahu). Kucing lainnya pun muncul pula, kucing itu mengingatkan akan masa lalunya tentang seorang temannya yang mengkhianati kepala negara (dan saya masih terus saja berpikir—barangkali karena dia mengirimkan kucing yang ada di dalam kepalanya ke dalam kepala saya—“apakah saya adalah kucing di dalam kepalanya, sehingga dia dapat mengirimkan kucing ke dalam kepala saya?”—mungkinkah terjadi pengkhianatan kepada naskah, jika kesetiaan hanya dapat diberikan kepada teman atau lawan?); tapi, kucing yang lain lagi muncul mengiau membawakan cita-cita masa depan dalam bentuk negara atau pasar yang tersembunyi di dalam hutan-hutan (dan saya sempat berdiskusi dengan dia tentang hutan yang dapat dibaca melalui sastra dengan matematika)—tetapi, mendadak ada kucing lain, yang mengaku melalui ngiaunya dirinya lahir dari lukisan yang muncul begitu saja di lautan asam purba karena reaksi fisiko-kimiawi: “Tuhan menciptakan kematian dan manusia menciptakan kuburan,” yang membuat dia terdiam mendadak. Dia tahu bahwa kucing-kucing itu tidak dapat tinggal selamanya di dalam kepalanya.

Dia memelihara 366 ekor kucing. Seekor hidup dalam kamarnya—sisanya hidup dalam kepalanya dan kepala saya (saya tidak tahu berapa banyak kucing yang diseludupkan Sutardji ke dalam kepalanya serta kepala saya—“apakah saya adalah kucing di dalam kepalanya, sehingga dia dapat mengirimkan kucing ke dalam kepala saya?”).



Tuhan dan Cita-Cita

setelah menciptakan kuburan, manusia (masih tetap) bercita-cita menciptakan negara dan pasar.