REGIONAL DANCE SUMMIT

AKAR, Akal dan Alam

Y
“I am inspired by tradition, but the process has to be modern.
I take Papuan philosophy, because I love my traditional roots.”
Jeck Kurniawan Siompo Pui
Koreografer


Ada kesan yang sulit saya lupakan setelah pertunjukkan tari bertajuk “From BETAMAX To DVD” garapan koreografer Jeck Kurniawan Siompo Pui di Goethe Institut Jakarta pada Kamis (06/08) malam selesai. Apa maksudnya? Saya sama sekali tidak paham. Meski begitu, tarian Jecko Siompo Dance Company memukau saya. Bahkan sempat juga tarian Jecko memikat perasaan saya yang sedang duduk berkerut kening untuk menggerakkan badan, menghentakkan kaki, juga mengepalkan tangan. Momen yang ganjil. Saya kehilangan kendali atas badan saya. “From BETAMAX To DVD” ‘menghipnotis’ badan saya agar bergerak sendiri tanpa kendali kesadaran. Bahu saya bergerak, kaki saya menghentak pelan ke lantai, tangan saya mengepal kuat dan kepala saya mengangguk ritmis. Seketika saya sadar, dan pikiran saya mulai mengenali apa yang telah terjadi pada saya sebagai suatu keganjilan. Impuls sensasi yang melahirkan momen perwujudan kehendak, hasrat untuk bergerak.
Ketika saya merefleksikan petikan momen rasa yang saya alami itu, saya malah menemukan ‘pesan utama’ (sekalipun Jecko mengakui bahwa tarian-tariannya tidak mengandung pesan) dari tarian “From BETAMAX To DVD”. Refleksi atas momen tadi memunculkan suara “Ah sudah, kau menari saja. Kau jangan pikir yang lain-lain.” Suara itulah yang saya sebut ‘pesan utama’. Saya pikir, suara itulah yang melahirkan kehendak bergerak dan di saat bersamaan menghilangkan kendali kesadaran atas badan saya.
Refleksi membawa saya pada kesimpulan bahwa “From BETAMAX To DVD” hendak menyampaikan gagasan: Ya, mari kita menari, menari dan menari. “From BETAMAX To DVD” adalah ajakan bagi siapa saja untuk menari di mana ‘menari’ dalam hal ini telah menjelma sebagai metafora.

* * *

Keberhasilan saya memahami ‘pesan utama’ tarian Jecko tidak lepas dari diskusi antara Jecko dengan penonton seusai pementasan. Masih dengan kerutan di kening, saya mengikuti diskusi. Ternyata diskusi yang saya ikuti membantu saya memahami tarian Jecko yang baru saja saya saksikan.
Dari diskusi saya menyimpulkan ada tiga hal fundamental dalam proses berkesenian Jecko. Tiga hal itu adalah Akar, Akal, dan Alam. Ketiganya menjadi modal Jecko berekspreimen dan mengeksplorasi gerak hingga menghasilkan karya-karya koreografi.
‘Akar’ adalah istilah yang merujuk pada adanya tenaga utama Jecko untuk berkarya. Tenaga utama bersumber dari kodrat. Terlahir sebagai anak Papua—Jecko lahir di Jayapura, 4 April 1975—Jecko pun menempatkan Papua sebagai sumber inspirasi. Eksplorasi Jecko tidak sekadar pada wilayah kulit permukaan, melainkan langsung menelisik kedalaman batin tarian Papua. “Bagi orang Papua, tarian itu untuk ekspresikan dirinya sendiri. Menari itu bisa di mana saja dan bisa siapa saja. Itulah yang saya tampilkan dipanggung,” kata Jecko. Saya menempatkan pernyataan Jecko sebagai representasi kegigihan Jecko untuk menemukan warisan Papua yang bersembunyi dalam serangkaian pola gerakan baku tarian-tarian tradisional. Jecko melampaui pola gerakan baku tarian-tarian tradisional Papua dan menemukan warisan makna tari bagi orang Papua. Tari itu untuk ekspresikan dirinya sendiri! Kalimat itulah yang menjadi matahari pemberi daya kreatif bagi Jecko untuk mengkreasikan suatu karya koregrafis.
Istilah ‘akal’ yang saya pergunakan merujuk pada keluwesan pikiran dan imajinasi Jecko membangun interaksi antara apa yang tengah dialami dengan apa yang telah dialami untuk menentukan apa yang akan dilakukan. Penanda bagi ‘akal’ ditunjukkan oleh penjelasan Jecko akan kesamaan karakter tokoh animasi dengan gerakan orang di dalam hutan. Gerakan di dalam hutan berasal dari memori Jecko akan Papua; karakter tokoh animasi disebabkan perjumpaan Jecko dengan televisi dan Playstation. Pertemuan memori dengan pengalaman saat-ini memberi inspirasi bagi Jecko untuk menggagas tarian baru yang bernafaskan pandangan filosofis Papua akan tarian.
Ketiga, ‘alam’. Di dalam diri Jecko, ‘alam’ hadir bukan sebagai sesuatu yang natural, alamiah belaka, sebagaimana hutan, pebukitan, danau, dan segenap panorama naturalis lainnya. Alam bukanlah hanya pemandangan pedesaan atau pegunungan belaka, melainkan perkotaan dalam negeri, juga perkotaan luar negeri. Alam tidak lagi dikenali sebagai suatu wilayah ‘tanpa teknologi.’ Alam adalah totalitas wilayah ‘berteknologi’ juga ‘tanpa teknologi’. Momen-momen pengalaman menjadi jembatan yang menghubungkan orang dengan alam. Jecko mengakuinya saat mengungkapkan keterpesonaannya dengan apa yang dia jumpai di hutan, lalu di kota Jakarta, kemudian di negeri Jerman, dan lain sebagainya. Di hutan Papua Jecko berjumpa kangguru, di kota Jakarta Jecko berjumpa mobil, di Jerman Jecko berjumpa bianglala raksasa. Setiap perjumpaan adalah bahan mentah yang siap ia garap menjadi bahasa gerak di panggung pementasan. Kangguru yang ditemui Jecko dalam hutan adalah bahan mentah untuk bahasa gerak yang akan digubahnya dengan tetap berpedoman pada kangguru itu sendiri. Tidak hanya kangguru, mobil dan helikopter pun dijadikan bahan mentah untuk menghasilkan bahasa gerak yang unik dank has sebagai representasi dari mobil dan helikopter. Dengan akalnya, Jecko merekam benda-benda yang ditemuinya untuk kemudian digubah ke dalam bahasa gerak yang akan diterapkan dalam pola baku gerakan tarian Papua.

* * *

Melalui diskusi antara koreografer dengan penonton, saya pun bisa memahami gagasan yang ada di balik tarian “From BETAMAX To DVD”. Setiap tarian adalah persoalan keterpikatan rasa. Ketika suatu tarian mampu memikat saya untuk menari, itu adalah pertanda keberhasilan suatu karya koreografi. Ya, mengalami dan merasakan adalah satu soal; berpikir dan memahami adalah soal yang lain lagi. Bertumbuh, itu masalah mengalami sekaligus memahami.

T
“I emphasize two aspects, history, what has been created,
and secondly, I develop new works by referring to this past.”
Jeck Kurniawan Siompo Pui
Koreografer


07-10 Agustus 2009

Mengenang Rendra

Hening Rendra

dari kejauhan,
aku melihat engkau
berucap salam
kepada jantung keheningan

selamat jalan Rendra
meledak di dada