Bacalah 'Coelho' #1

Entah kenapa aku ingin membeli buku itu. Buku kecil, ukuran: tiga per-empat kali normal, warna biru tua bercampur gradasi hitam. Judulnya, sama sekali tak memiliki 'rasa' apa pun, sekilas. 'Veronica memutuskan mati'.
Bagiku, frase 'memutuskan mati' inilah penyebab buku karya Paulo Coelho ini mendapat nilai lebih. Minimal dari segi judul, entah kalau dari isi. Dan, pertanyaan di paragraph awal yang berbunyi datar: 'Entah kenapa aku ingin membeli buku itu', terjawab sudah.
Seperti biasa, dalam menilai sebuah buku selalu saja bagian cover jadi 'korban' terdepan, menyusul sinopsis di ruang belakang. Aku pun membalik buku cetakan pertama dari Kepustakaan Populer Gramedia ini. Kulihat, tera barcode harga. Rp27.000!
Ah, aku harus bertaruh lagi. Apakah melanjutkan membaca, atau segera pergi. Tentu, perdebatan akhir nanti bermuara di satu kata kerja dengan dua variasi putusan: beli; ya atau tidak. Aku pun mendapat ilham bagaimana menjawab.
Kualihkan mata dari label harga yang menutup sinopsis cerita Veronica ke foto pria yang berada di sudut kiri. Ia berbaju hitam. Entah kemeja atau kaos berlengan panjang. Aku tidak bisa memastikan. Kecuali warna putih pada rambut di kepala, dagu, serta daerah antara hidung dan bibir.
Sejenak aku terdiam. Bukan karena membaca ringkas biography penulis asal Brasil atau sinopsis 'Veronica', dugaanku tidak lebih dari dua puluh baris. Buku inikah? Bagaimana kalau salah? Siapkah aku untuk menyesal? Atau aku tak pernah menyesal? Atau hanya karena keluaran KPG, kuharus terkesima? Ah, pasti ini buku bagus. Bagaimana bisa yakin? Apa yang kubutuhkan? Buku bagus atau sebuah jawaban?
Oh, tunggu suatu saat KPG pasti obral diskon. Bahkan, sampai 80%. Batasan minimal, tentu 30%. Biasanya berada di Palmerah. Satu lokasi dengan Bentara Budaya Jakarta, di kompleks KOMPAS.
Iya kalau benar ada diskon. Tentu, pasti ada. Memang. Tapi, kalau buku itu tak ada. Aih,.. harus bertaruh kembali.
Tanganku pun bergerak menimbang. Ternyata buku itu tidak terlalu berat. Paling sekitar 300 gram saja. Cukup ringan.
Aku pun menggelengkan kepala, pelan-pelan. Memandang ke kanan, ke atas, ke kiri, ke bawah, ke depan, lalu kembali menatap ke cover depan buku bergambar sebuah wajah dengan lembar kulit pasi yang terkelupas disertai bekas cakar.
Adakah dia ini Veronica? Apakah aku dapat mengambil kesimpulan dari warna merah pada bibir berkulit pasi itu? Kalau memang bisa, artinya tentu saja merah itu berasal dari lipstik pewarna. Dan, lisptik untuk kaum Hawa.
Memang, aku berpikiran sama seperti kau. Bukan pria bisa saja menggunakan lipstik serupa atau bahkan lebih parah. Tapi, tentu tidak ada pria yang bernama Veronica dan berlipstik merah.
Ya, Veronica itu wanita. Veronica itu perempuan. Ah, haruskah aku membeli buku ini? Mengapa harus Veronica seorang perempuan yang diceritakan? Apakah yang sebenarnya aku cari.
Veronica. Memutuskan Mati. Perempuan. Lelaki.
Aku pun memutuskan untuk kembali berputar, melihat rak buku yang tersebar rapi di toko buku Gramedia, lantai lima, Mal Ciputra, Jakarta, entah pada hari apa. ---

2 comments:

  1. ada apa dengan perempuan,
    Dave..?

    tak ada bedanya kan dengan lelaki

    ReplyDelete
  2. Ah kawan kita satu ini masih terjebak dalam frame kapitalist. Beliau melupakan frame yang ia pertentangkan dengan kapitalisme tersebut, sosialisme. Keputusan seperti itu tidak to; beli-> ya tidak. Tapi.. Is there anyone who have this book? Can I borrew it? Please

    ReplyDelete