LIMA PARAGRAF TENTANG GARUDA

-menjelang Final putaran kedua Indonesia lawan Malaysia-


Sepakbola bicara tentang rencana dan fortuna. Rencana adalah tahapan persiapan, mulai dari menggarap yang mentah hingga menjadi matang. Fortuna adalah segala sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia. Bisa saja fortuna menjelma sebagai hujan deras atau angin kencang yang menyulitkan gerak pemain atau mengubah arah lesatan bola.

Setelah Indonesia takluk 3 – 0 dari Malaysia, sepakbola masih saja bicara tentang rencana dan fortuna. Di sini, sepakbola tidak semata tampil sebagai permainan yang berlangsung dari satu peluit panjang di awal ke satu peluit panjang di akhir. Di sini, sepakbola adalah kehidupan—pada titik ekstrem, sepakbola adalah kelahiran yang berujung pada kematian demi mencapai keabadian. Di sini, sepakbola adalah sejarah.

Sebagai sejarah, sepakbola melampaui tapal batas rencana dan fortuna. Sebagai sejarah, sepakbola adalah takdir. Wujud yang paling sederhana dari takdir adalah kemenangan atau kekalahan. Menang dekat dengan gembira; kalah akrab sama derita. Di sini, sepakbola bicara tentang apa yang harus diterima, tentang apa yang tidak bisa ditolak, tentang bagaimana harus tetap berjalan tegap dan tegak!

Sepakbola tidak sekadar bicara tentang bagaimana cara menyepak yang tepat dan akurat, melainkan juga secara diam-diam bicara tentang bagaimana setiap pemain juga pendukung harus tetap mampu berjalan tegap dan tegak ketika berhadapan dengan takdir yang berwajah derita. Pada puncak ini, sepakbola bicara tentang masa depan. Sepakbola bicara tentang harapan. Dan harapan adalah nyala dalam setiap kelam.

Setelah Indonesia takluk 3 – 0 dari Malaysia, harapan tetap menyala. Di sini, sepakbola sudah menyerupai manusia. Ia tidak lagi tampil sebatas permainan atau hiburan belaka, melainkan sudah menjadi pelajaran, bahkan penghayatan. Sepakbola adalah perjalanan dari luka ke luka. Di sini, sepakbola adalah perjuangan. Selamat berjuang Garuda!!!


[Note: Penulis adalah orang yang sebal sama PSSI dan segala macam perabotannya—apalagi Nurdin Halid.]

No comments:

Post a Comment