Tiga Sajak



Sajak yang Menyala
Antara Keseharian dan Kesendirian
(Di Saat Engkau Memejamkan Mata)


engkau yang senantiasa berayun
antara keseharian dan kesendirian
akankah menebak kehadiran-Ku
seperti sajak-sajak Sapardi (atau Sutardji)
yang menggema dalam ingatanmu
sebagai kecemasan dan harapan
atau takjub dan yang menakutkan
pada benci dan kerinduan
akan dirimu     yang lenyap
dalam cahaya keseharian dan gelap kesendirian

engkau yang senantiasa berayun
antara keseharian dan kesendirian
senantiasa menebak kehadiran-Ku
sebagai sapa yang menyala
di saat engkau memejamkan mata





Akal Sehat


akal sehat adalah lumbung
tempat hidupnya tikus pengerat
butiran-butiran padi yang kita perlukan
untuk mencipta matahari
agar burung-burung bertelur
melahirkan ombak dan cerita
tentang masa lalu yang senantiasa berseru
tentang demokrasi yang sendiri pada malam hari
tentang bumi yang adalah lambung matahari, dan

tentang akal sehat yang adalah lumbung 
tempat hidupnya tikus pengerat
yang tidak boleh kita matikan
jika ular yang adalah obat
masih menyelinap dan berharap
pada liang-liang perasaan                                           
agar kita tetap mengingat
kematian bukanlah lumbung kehidupan





Kelelawar Yang Menyulap Hari dengan Bangun Pagi


saat menulis (puisi)—
kau tahu,
biasanya di malam hari
ketika kelelawar terbang ke alam mimpi
mereka ditulis pada ingatan dan pertimbangan—

ada sosok gaib yang menyelinap
ke dalam mataku dan membaca

percayalah, masih ada yang lebih indah dari puisi:
tidur malam yang nyenyak (agar kau dapat bangun pagi)
dan tekanan darahmu pun tak lagi tinggi
           
aku ingat

sajak “Keluarga Larut Malam”[1] yang berkisah
tentang cara paling cantik
untuk menyulap hati dan hari ini

selain (dari) gosok gigi dan cuci kaki.






[1] Salah satu sajak Abdul Wachid B.S., yang saya lupa entah dalam kumpulan yang mana. 

No comments:

Post a Comment