KARENA BILANGAN FU, DIA, DAN AYU

SEBAGAI PEMBUKA AKU HANYA BISA BICARA: Semua balik kepadamu. Aku tak campuri urusan perkiraan yang hadir dan mengganggu di balik keningmu. Bisa saja kau kira aku menulis fakta, bisa pula kau duga apa yang kutulis fiksi, malah bisa saja kau tak pikirkan sama sekali tentang apa yang aku tulis. Maka, semesta probabilitas aku pulangkan kepadamu. Mungkin hanya Ayu Utami dan aku saja yang bakal tertawa melihat segala macam tingkah polah yang kau terbitkan usai baca tulisan aku yang dangkal, tak bermanfaat, sesat, bertele-tele pula, dan nyaris tak masuk akal. Sebagai diktator tulisan, aku beri batasan tegas, keras, kasar, dan tegang: Bagian aku menulis, giliran kau yang membaca atau yang membuang atau yang membakar atau yang melupakan.

2008, Ayu Utami menerbitkan buku terbaru. Judulnya: Bilangan Fu. Di kepalaku ada montase ingatan yang berasal dari reproduksi pembacaan atas Ayu Utami menjelang kemunculan Bilangan Fu ke dalam jagat sastra. Pertama, “Buku baru saya tentang seorang pemanjat tebing. Dan sekarang saya sedang berlatih panjat tebing.” Kedua, “Kalau novel terdahulu berkutat pada dekonstruksi, novel yang baru pada rekonstruksi.” Memang tak persis begitu Ayu berkata kepadaku. Tetapi, aku yakin substansi omongan Ayu Utami tak meleset dari apa yang aku tuliskan.

Kemarin, aku jumpa Ayu Utami. Sebelum sampai kemarin, aku sudah beli Bilangan Fu terbitan Kepustakaan Populer Gramedia seharga Rp51.000. Dan sebelum sampai kemarin, aku sudah selesai baca Bilangan Fu. Dan pada saat kemarin, aku ketemu Ayu Utami dan bicara tentang Bilangan Fu. Mungkin saja kau tidak percaya, Ayu Utami sangat terbuka bicara dengan aku. Dalam dialog, kata ‘terbuka’ menurutku ada dua siratan makna. Pertama, agresifitas atau serangan. Kedua, regresifitas atau pertahanan. Aku dan Ayu Utami saling serang dan saling tahan bergantian, kadang malah sempat bersamaan. Kalau Ayu Utami menyerang, akulah yang bertahan. Kalau aku menyerang, Ayu Utami yang bertahan. Kadang-kala, aku dan Ayu Utami saling serang pada saat bersamaan selama tujuh detik. Di detik kedelapan, aku dan Ayu Utami saling bertahan alias diam dan heran. “Menyerang memang bisa dimaknai membunuh, bisa pula menerangkan,” Ayu Utami berkata kepada dirinya. “Bertahan itu artinnya mendengar atau menunggu peluang yang tepat buat menghancurkan,” sekarang aku yang berkata pada diri. Membunuh dan menunggu peluang yang tepat untuk buat menghancurkan membutuhkan keberadaan aktual musuh atau lawan. Menerangkan dan mendengarkan perlu orang lain yang bersahabat, atau setidaknya mencoba menjalin persahabatan. “Berbagi.” Kata ‘berbagi’ serempak mereka ucapkan dalam batin.

۞ ۞ ۞

EMPAT JAM YANG MENEGANGKAN. Aku pikir, perbincangan sebuah buku setebal 531 halaman tidaklah mungkin diselesaikan dalam tempo empat jam. David Tobing, barangkali perlu waktu seminggu membaca Bilangan Fu. Ayu Utami malah lebih parah. Butuh empat tahun untuk menyelesaikan Bilangan Fu. Aku pikir, empat jam bagi mereka pasti tidak sempurna untuk memperbincangkan persoalan pembacaan dan penulisan dan penerbitan. Pasti David Tobing dan Ayu Utami memampatkan segala perkara di sekitar Bilangan Fu dalam tempo empat yang menegangkan.

Seingat aku, perbincangan antara David Tobing dan Ayu Utami dimulai dari kalimat yang ada pada lembaran kedua Bilangan Fu. David Tobing melihat ada dua hal yang menarik pada lembaran pembuka dan seringnya terlupa di mata pembaca. Pertama berkenaan dengan Gambar Sampul dan Isi yang dirancang Ayu Utami. Kedua, persoalan bahan baku sampul buku. “Yang paling menarik sama aku, bahan kertas Bilangan Fu, bukumu itu. Forest Stewardship Council.” Begitulah David Tobing memulai perbincangan.

Memang kalau kamu lihat lembaran kedua pada buku Bilangan Fu, kamu menemukan logo FSC (Forest Stewardship Council) yang dibentuk dari ikon correct dan ikon pohon. Di bawah logo ada tulisan: Sampul buku ini menggunakan kertas GardaPat 13 Klassica buatan Cartiere del Garda, perusahaan yang telah menerima sertifikat dari organisasi pelestari hutan internasional Forest Stewardship Council. Sertifikat ini merupakan pengakuan bahwa pembuatan kertas tersebut menggunakan bahan-bahan dari hutan yang dikelola secara bertanggungjawab dan berkelanjutan. Terus terang, aku suka melihat logo FSC. Sederhana dan memang mampu menampung makna.

David Tobing bilang kepada Ayu Utami bahwa dia tak jago menggambar. Ayu malah mengajak David Tobing untuk bertaruh seakan-akan menduga bahwa pernyataan David Tobing adalah gerbang menuju arena pertarungan. Lantas, santai dan tenang David Tobing menambahi pernyataan yang memang belum dia selesaikan. Kau jago ngebuat montase. David Tobing ngomong begitu. Ayu Utami senyum-senyum saja, mungkin dalam jantungnya dia sedang merajut pertanyaan: Mungkin kau benar, mungkin kau salah. Semua bergantung penjelasanmu. David Tobing menarik nafas. Bagi aku berada tidak terlampau jauh dari mereka, tarikan nafas David Tobing seakan-akan menghadirkan sebentuk dialog dengan rajutan pertanyaan dalam jantung Ayu Utami. Entah tepat atau meleset dugaanku, David Tobing lanjut bicara.

۞ ۞ ۞

“MASIH JELAS DI KEPALAKU GAMBAR YANG PERNAH KAU BUAT. Yah, tepatnya sketsa. Sketsa di buku Mas Goen. Goenawan Mohamad. Kumpulan puisi Goenawan Mohamad. Di buku itu, kalau aku tak keliru, kau gambar sketsa wajah Mas Goen dengan garis-garis yang ekspresif, berkali-kali, saling timpa, saling menindih. Ekspresi yang kau tuangkan sangat dahsyat, menurutku. Tapi, kalau sampul Bilangan Fu, aku duga semacam liontin yang kau tempatkan sebagai fokus gambar tak sesuai dengan keekspresifitasan tanganmu. Kalau sapuan-sapuan warna yang melatari semacam liontin itu aku kira memang sesuai dengan keekspresifitasan tanganmu. Itulah yang buat aku curiga. Gambar liontin, aku pikir itu semacam mata kalung atau mata anting yang menggantung, semacam jimat, bisa batu bisa pula kayu…, ah-ha ka-yu, menyimpan kesan impresi, kehati-hatian, ketelitian. Kalau kubaca lagi, yang mirip-mirip dengan ekspresifitas yang kau punya hadir dalam gambar-gambar Semar, Bilung, Buta Cakil, Kumbakarna, Karna, silsilah Sultan Agung Mataram, dan asu. Ah…, ini yang mau kubilang. Ekspresifitas yang kau tampilkan dalam buku Goenawan Mohamad, sketsa buatan kau, paling mirip, punya kedekatan… (David Tobing agak terdiam sejenak mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada dalam kecerdasannya barangkali, sedangkan Ayu Utami menghembuskan nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala) teknik dengan gambar asu di Bilangan Fu. Teknik yang kumaksud mengacu pada deformasi. Jelasnya, mungkin garis tanganmu memang punya semangat deformasi yang kuat. Kalau kuperhatikan gambar asu di buku kau, asu yang kau gambar tidak proporsional bahkan bisa saja menyimpang dari asu yang…, katakanlah realis. Asu di Bilangan Fu aneh. Sudah tak proporsional, tak jelas pula hendak menggambar apa. Apakah anjing atau serigala. Terus, kalau kuperhatikan matanya, malah mirip-mirip mata manusia. Rada-rada beda dengan deformasi gambar anjing yang pernah aku lihat waktu pameran Green Dog-nya Zhou Chunya di Galeri Nasional bulan Januari lalu. Zhou Chunya memang buat lukisan dan patung anjing. Tapi lukisan dan patung anjingnya malah menghadirkan suasana yang bukan anjing. Kalau aku tak keliru, Jim Supangkat menyimpulkan keanehan karya-karya Zhou Chunya dalam kata unreal. Unreal menjadi real dikarenakan ada jembatan representasi. Anjing dalam lukisan dan patung Zhou Chunya sebetulnya berasal anjing yang unreal, anjing konseptual. Tetapi karena ada jembatan representasi, anjing yang unreal menjadi anjing real, dalam pengertian bisa disensasi indera. Meski begitu, anjing real itu menyimpan, bisa dikatakan semacam aroma atau hawa unreal. Kalau mengacu pendekatan tadi, asu yang kau gambar di Bilangan Fu berasal dari asu unreal. Coba kalau tak ada tulisan ‘ASU’ di bawah gambar asu di bukumu, sebagai pembaca aku bisa mengira-ngira itu gambar serigala yang dicampur dengan gambar anjing (Ayu Utami agak memperhatikan, meski tak terlampau serius, dan entah mengapa tubuhnya bergerak pelan-pelan ke kiri dan ke kanan seperti bandul).”

Usai berkata-kata, David Tobing diam sambil menatap Ayu Utami berharap ada tanggapan. Setahu aku, dalam kerangka ilmu unsur-bahasa Roman Jakobson, ada penerima dan ada pengirim. Ketika David Tobing berbicara, David Tobing pengirim; Ayu Utami yang mendengar sebagai penerima. Bila Ayu Utami menanggapi, maka Ayu Utami tidak lagi menempati posisi sebagai penerima, melainkan pengirim. Dan David Tobing pun berganti posisi menjadi penerima.

“Kalau memang Anda punya alasan, saya tidak keberatan. Silahkan saja. Aku senang ada orang yang bisa melihat dari perspektif lain, tak larut-larut dalam persoalan inilah yang mulia, inilah yang patut menjadi teladan, inilah yang, ah… tak perlu diteruskan. Ide Anda menarik, tapi tak menggelitik. Bagaimana dengan yang kedua? Forest Stewardship Council?” Kalimat terakhir diucapkan Ayu Utami dengan bahasa tubuh yang unik. Mata kanan Ayu Utami menyipit menatap David Tobing.

۞ ۞ ۞

AKU TAK MAU BICARA BANYAK-BANYAK SAMAMU. Persoalan Forest Stewardship Council kenapa bisa masuk, lebih baik kau jawab dengan memperhatikan halaman 534 Bilangan Fu. Aku tak menganjurkan kau untuk beli Bilangan Fu. Aku hanya menganjurkan kau untuk memperhatikan, sekali lagi memperhatikan bukan menganjurkan atau membeli atau menganjurkan membeli, halaman 534 Bilangan Fu. Caranya, ada banyak dan semua balik kepadamu.

۞ ۞ ۞

PETIKAN HALAMAN 534 BILANGAN FU: … Dengan demikian, mereka—yang padanya saya berhutang budi—terbebaskan dari segala tanggung jawab atas hasil olah pikir dan rasa saya.

Kalimat tadi adalah kalimat terakhir paragraf pertama topik Terima Kasih dalam buku Bilangan Fu. Terlampau rumit bagi aku untuk memahami apa yang dipikirkan David Tobing. Apakah memang ada hubungan antara halaman 534 dengan Forest Stewardship Council, kertas GardaPat 13 Klassica buatan Cartiere del Garda yang diimpor PT Paperina Dwijaya?

۞ ۞ ۞

KALAU KAU MENCARI DI BAGIAN MANA AKU DAN AYU UTAMI SALING SERANG, tak bakal kau temukan. Masih ingat: Bagian aku menulis, giliran kau yang membaca atau yang membuang atau yang membakar atau yang melupakan. Kalau kau punya niat ingin menemukan, aku hanya bisa berikan satu kunci pemecah buntu: Metafor(m)a!

Juli 2008

1 comment:

  1. Anonymous7:43 PM

    blog bagus. bookmark'd
    btw lagi baca BF nih baru beberapa halaman soalnya baru beli. :D

    ReplyDelete