METAMATEMATIKA

(ANIMASI --> (ilusi --> ilusi) <-- IMAJINASI)

ALBERT



Albert Einstein. Gua mau sebut dia, Albert. Bosan dengan sebutan Einstein. Inspirasinya dari Rizal, afRizal. afRizal sebut Chairil Anwar pakai Anwar. Bukan Chairil. “Anwar, Anwar...,” katanya. Gua bayangkan diucapkan sambil geleng-geleng kepala. Bisa sinis, bisa takjub. Aku pilih takjub. Albert. Albert.

Albert pernah ngomong: As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain, and as far as they are certain, they do not refer to reality. Omongan yang nyaris ngaco. Maksudnya, sulit buat gua pahami. Apalagi gua tak ngerti matematika. As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain. Bila hukum matematika merujuk pada realitas, hukum matematika tak pasti. As far as they are certain, they do not refer to reality. Kalau hukum matematika pasti, maka hukum matematika tentunya tak mengacu pada realitas. Maksud loe sebenarnya apa Bert?

Matematika. Gua pikir ada hubungannya dengan Inggris. Mathematic. Tambahan referensial, Latin: mathematica. Dari Yunani mathēmatikos. Sesuatu yang dipelajari. Mathanein. Belajar.

Reality. Realitas. Latin: Realitas, kata bentukan baru dari ‘res’, benda. Dari “Matematika,” dan “Realitas,” “menarik!” Ada matematika, tidak ada realitas. Ada realitas, tidak ada matematika. Matematika dengan realitas. Realitas dengan matematika. Sepertinya baku tinju. Tapi, aku pikir tak begitu.


* * *


Angka. Matematika, butuh angka. Angka adalah simbol. Matematika butuh simbol. Angka tidak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari mana manusia mengenal angka? Ada banyak peradaban penemu simbol untuk angka. Ada Babylonia, Romawi, India, dan yang paling populer adalah Arab. Angka: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dari Arab. Angka: 0, dari India. Romawi pakai I, V, X, M, L, C. Angka. Simbol. Simbol adalah animasi. Anima.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga tak mengenal ‘anima’. Hanya ada aninisme dan aninis dan animasi. Ketiganya, kata benda. Bukan kata kerja. Di Tesaurus Bahasa Indonesia (TBI) juga hampir sama. Tidak ada ‘anima’. Hanya animasi. Kata benda. Tak perlu gusar. Sebab, bukan masalah besar. KBBI dan TBI masih kenal ‘animo’. Kata benda. Antara ‘anima’ dan ‘animo’, bedanya pada vokal akhir. Barangkali, ada Jawa yang bermain. A menjelma O. Mengacu alfabet Yunani, memang luar biasa. Alpha. Omega. Alif. Ya.

Bahasa memang bisa buat cemas. Dagdigdug. Gagap. Bahkan, kadang kala menyesatkan. Kalau tidak, menakutkan. Begitu barangkali setiap ambisi terjadi. Antara menawarkan kesesatan atau ketakutan. Agus Sardjono berkata: Jangan main-main dengan kata. Sekali berkata ‘Teror’, bom meledak dimana-mana. Ada kata, ada bencana. Gerak. Bunyi. Pertemuan antara badan dengan sukma. Aneh. Unik.

KBBI mengenal animo sebagai hasrat dan keinginan yang kuat untuk berbuat, atau semangat. TBI mengenalkan padanan animo. Ada hasrat, interes, kehendak, keinginan, ketertarikan, minat, perhatian, selera. Tinggal pilih, kata TBI. Anima barangkali punya animo untuk memilih. Anima bebas. Benarkah?

Cassel Dictionary of wordhistories karangan Adrian Room bicara. Anima, kata benda. Asli Latin. Kira-kira eksis di awal abad 20 Masehi. Atau abad awal 13 Hijriah. Artinya: a person’s true inner self, as opposed to the persona. Sebagai tambahan, persona: a person’s social façade, as distinct from anima. Dilacak lagi, makna asli ‘anima’ dalam bahasa Latin adalah Air, Breath, Mind. Udara, Nafas, Nalar. Yunani mengenal ‘anemos’ sebagai ‘anima’. Yang meniup, Yang menghembus, Angin. Sedikit tambah dari Jung. Carl Gustav Jung. Anima: aspek feminim dari personalitas manusia.

Kembali ke angka. Angka berakar pada animasi. Peralihan materi menjadi abstraksi. Peralihan materi menjadi animasi. Animasi karena Anima. Mind. Air. Breath. Materi jadi animasi, gara-garanya: panca indera. Anima butuh mata, panca indera. Mirip filsafat tubuh Maurice, Maurice Merleau-Ponty. Mata menangkap objek, anima buat animasi dari objek di dalam anima. Animasi tambah imajinasi. Anima kadang tak perlu lagi bertatapan dengan objek. Sekali anima bisa animasi, objek materi jadi simbol. Tanda. Sign. Signature. Barangkali paduan sign + nature. Agak rumit. Mata mengindra objek. Objek ada di dunia, spesifiknya di luar manusia. Saat anima buat animasi, tanpa sadar ada kerja dunia menerakan signature di dalam anima. Imajinasi tak pernah bersih. Selalu ada ada campur tangan Dunia. Imajinasi: Dunia dan Anima, Anima dan Dunia. Anima dan Dunia, Simbol.

Animasi. Imajinasi. Ilusi. Illusion. David Copperfield. Mata yang melihat bisa keliru. Mirip Ames Room, ruangan yang dirancang Adelbert Ames. Ada lagi. Ilusi Müller-Lyer dan Ponzo Illusion. Anima yang mencetak mentah-mentah dunia, menjelma ilusi di dalam animasi. Fransisco Budi Hardiman pernah bilang, “Panca indera bisa menipu.” ilusi: menipu, sekaligus meyakinkan. Kadangkala malah menakjubkan. Penipuan yang antik dan mahal. Tanpa pidana hukum positif.


* * *


Realitas, dunia. Ada ilusi. Ilusi bisa berubah. Ibarat sendok dalam gelas. Kelihatan bengkok. Filsafat cerita soal Being. Ada. Yang sungguh-sungguh ada dan yang mungkin ada. Antara yang aktual dan yang potensial. Yang aktual adalah nyata. Yang potensial, di sinilah ilusi menjadi nyata. Yang aktul menghapus ilusi. Mungkin kedengarannya aneh. Mana yang lebih nyata? Punya ‘3’ atau punya ‘tiga apel’? Gua tidak tahu mau diapain ‘3’. Kalau ‘tiga apel’, gua tahu gunanya. Dari ‘tiga apel’, yang penting bukan ‘tiga’, melainkan ‘apel’. Di sini, apel bisa menipu. Sebabnya, apel bisa habis dimakan atau membusuk. ‘3’ tidak bisa habis dimakan, tidak bisa membusuk. Bagaimana cara membusukkan angka? ‘3’ animasi, bukan lagi apel. Bukan lagi materi yang mengandung potensi aktualitas. 3 lebih kuat dari apel. 3 menjadi semacam payung bagi apel. 3 bisa menaungi apa saja. Entah apel, durian, mangga, sepeda motor, kumis macan, ekor kudanil. 3 tidak hanya hadir dari apel + apel + apel. 3 bisa hadir dari apel + sepeda motor + ekor kudanil. Angka lebih kuat dari materi. Simbol melampaui materi. Hasilnya: Angka adalah aksioma. Angka adalah aksioma. Simbol: aksioma awal bagi peradaban manusia.

Simbol sebagai aksioma luar biasa. Di sini matematikawan bicara tentang indah, keindahan, estetika. Aksioma melahirkan teorema. Matematika murni. Bukan apel yang praktis. Apel terapan. Apel makanan. Misal teorema kacangan seperti ini: bilangan ganjil + 3 = bilangan genap. Bilangan ganjil + Bilangan ganjil = Bilangan genap. X + X = Y; X=bilangan ganjil; Y=bilangan genap. Angka dan simbol menyatu. Makin ruwet. Anima dan Animasi dan Imajinasi. Di sini, muncul ilusi. Alias, Sejati. Pencapaian Jejak. Arkhe.


* * *


As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain, and as far as they are certain, they do not refer to reality. Lantas, bagaimana dengan politik? Albert omong lagi: Equations are more important to me, because politics is for present, but equation is something for eternity. Itu kata Albert saat dirinya ditawari menjadi Presiden Israel di tahun 1952. Kunci: reality=politic! Kalau begitu, adakah yang eternity? “Absolutely, yes! And it’s not politic!”


2008

No comments:

Post a Comment