SUMPAH!!! GA' MENARIK vol.II

Cerita ini kali,masih tak jauh beranjak dari perkara Gie. Dalam tiga minggu berturut-urut, harian nasional MEDIA INDONESIA menggelontorkan artikel sosok aktifis keturunan Soe Hok Gie. Pertanda apakah ini? Saya masih belum mampu menjawab, meski sudah berlumur limpah sangka dalam kepala. Apapun itu, tampaknya yang utama adalah memperhatikan artikel tertanggal 24 Juli 2004, 'Hok Gie, Chairil dan Jim Morrison', karya seorang wartawan Adiyanto.

Jujur, saya akui tulisan ini menyenangkan. Intinya sangatlah sederhana; dalam arti amat mudah terbaca. Tanpa bermaksud menguasai pemaknaan, izinkanlah saya mengutarakan apa yang terbaca dengan amat mudah tersebut. Ketiga tokoh--Gie, Chairil dan Jim'mo--berpusat di satu titik. Pemberontakan yang bertujuan merubah kehidupan. Dan, ketiganya bergulat dalam pencarian jati diri serta makna kehidupan.

Disisi lain, imajinasi penulis, khusus bagi saya yang baru belajar menulis, terasa segar. Dengan sedikit hiperbola, kata 'segar' mungkin dapat terganti hingga terdengar lebih menggelegar. Memukau! Untuk itu, saya hanya mengajukan batu berpijak yang rasa-rasanya kerap hadir 'menghantui' masyarakat Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih. Entah melalui televisi atau media cetak tertulis. Ya, saya rasa semua pasti akrab dengan tanda-tanda perubahan tampilan koran nasional 'Amanat Hati Nurani Rakyat' KOMPAS. Soe Hok Gie, Chairil Anwar dan Harry Roesli. Ketiga tokoh yang sudah mendiang itu tampil menjadi ikonik perubahan. Potret wajah mereka tersablon lekat di baju kaos warna pekat hitam.

Menariknya, memperbandingkan dua hal tersebut. Sesuai dengan maksud untuk memproklamirkan perubahan KOMPAS, cita rasa optimisme perlawanan pun bermekaran, mengutip tutur tiga tokoh yang berasal dari tiga dekade berbeda. Sementara itu, artikel MEDIA INDONESIA, bersuasana penceritaan tragedi. Persoalannya berpusat di kematian. Gie, Chairil dan Jim'mo, serasa sudah menjadwalkan kematian. Lagi, ketiganya pun mati di umur serupa. Dua puluh tujuh tahun!

Lainnya, tiga sosok itu berlatar berbeda. Gie, lebih dekat dengan predikat pemikir. Chairil lekat predikat penyair. Sedangkan Kang Harry yang dapat disejajarkan dengan Jim'mo atau sebaliknya, tenar sebagai musikus. Tiga perspektif yang menyorot satu titik api, kehidupan. Pusarannya tak jauh dari memberontak, berbungkus aroma optimisme sekaligus getir pahit gejolak batin.

Di babak akhir, mereka mati. Mungkin, hanya Kang Harry saja yang berumur lebih mumpuni. Namun, menggunakan penggalan 'petuah' Gie, layaklah Kang Harry menempati kategori mahluk hidup dua setengah. Menggunakan kemampuan ingatan saya yang terbatas, kalau tak salah begini kutipan 'petuah' yang lahir dari pemikiran pemuda usia 27:
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan
Kedua, dilahirkan tapi mati muda
Yang paling sial, hidup lama


Setidaknya, satu bait Chairil Anwar sangat mumpuni mewakili tulisan 'Sumpah!!! Ga' Menarik vol.II'. AKU INGIN HIDUP SERIBU TAHUN LAGI

1 comment:

  1. Dave,setelah dua kali ulang membaca postingan kali ini ada yang ingin saya tanyakan sebagai orang awam.

    Judulnya: sumpah!!! ga' menarik vol.II

    tapi kenapa kau juga menuliskan hal seperti ini:
    "Disisi lain, imajinasi penulis, khusus bagi saya yang baru belajar menulis, terasa segar. Dengan sedikit hiperbola, kata 'segar' mungkin dapat terganti hingga terdengar lebih menggelegar. Memukau! Untuk itu, saya hanya mengajukan batu berpijak yang rasa-rasanya kerap hadir 'menghantui' masyarakat Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih"

    judul - cenderung negatif
    isi - cenderung positif

    ada kontradiksi,

    jadi gimana?
    apa yang membuat tulisan ini membuatmu bersumpah mengatakan tidak menarik untuk kedua kalinya?

    ReplyDelete