Bacalah 'Coelho" #7

Tidak seperti biasa, siang itu aku mengunjunginya. Hanya saja, entah kenapa tiba-tiba aku merasa perlu berkucil sementara dari dunia. Korbannya, kediaman dia.

Rumah itu, milik bersama. Maksud aku, susunan dari 10 kamar membentuk letter U di atas sepetak tanah, tak jauh dari sungai yang airnya sudah berwarna coklat, ialah milik bersama. Sesungguhnya, bila kutanya dia, aku menerima jawab seperti ini: "Sang pemilik tinggal di sono. Jauh," kata dia sambil memonyongkan bibir melewati pintu, tak jelas entah menuju kemana.

Aku coba gambarkan bagaimana kondisi rumah milik bersama itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

"Pinggir Bang," seru ku saat laju kendaraan pengangkut umum hendak melintasi plakat besi warna putih bertuliskan 'Drg. Paula' baris pertama; baris ke-dua 'Praktek Setiap Hari'; 'Minggu/Hari Libur TUTUP' di baris terakhir; semua tulisan hitam, kecuali baris terakhir. (Maaf, aku lupa ada berapa baris sesungguhnya. Aku cuma mengingat itu, atau kata-kata seperti itu muncul karena kebiasaan ku mengingat isi plakat dokter-dokter praktek di pinggir jalan ketika kulihat sewaktu aku masih kecil.)

Kendaraan yang aku tumpangi pun menurunkan laju putaran. Perlahan, berhenti. Lalu, aku turun bersama seekor kambing, tumpukan jeruk di keranjang rotan, anak babi betina, sepeda roda tiga, onderdil mobil tua merk Targ 1962, selusin sepatu bola dan tumpahan aquarium yang berisi ikan cupang warna putih bergaris hitam seperti zebra.

Kaki pertama ku yang menyentuh tanah, kanan. Langsung menimpa ceruk yang berisi air. 'C-plck', terpercik air campur pasir, tanah ke muka. (Ya, kira-kira 2,684 detik aku tersengat, nafas tersekat. Sadar, langsung kubayar saja ongkos perjalanan menggunakan kertas. Dan, itu diterima!)

Aku berdiri tepat didepan tiang plakat praktek dokter. Tiang plakat itu didirikan, tepat di tepi sungai yang berair coklat. Sungai yang berair coklat itu, selalu mengalir cepat; seperti mengejar sesuatu. (Kupikir ia mengejar angin laut, entah darat, atau anak-anak nelayan yang sedang berenang di laut bersama debur ombak, atau butir-butir air itu hendak menyelamatkan diri ke samudra luas. Sebab, dari pada terhisap panas matahari naik ke angkasa, membentuk awan gelap, turun jadi hujan, membanjiri kawasan tempat tinggal dia; lebih baik menyelinap di antara puluhan-ratusan-ribuan-jutaan-milyaran-triliunan butir-butir air. Tidak dimaki.)

Aku berjalan, mengarah menuju ke Selatan. Di situ, jembatan perlintasan. Panjang jembatan itu, tentu saja mengikuti lebar sungai. (Ah, perduli apa aku sama panjang atau lebar, yang jelas:

Aku berjalan kira-kira dua puluh lima langkah, ditambah tiga loncatan maksimal serta sepuluh langkah jingkat perlahan. Aku pun melewati jembatan perlintasan yang muat dilalui sebuah mobil ukuran satu setengah ekor induk gajah.

Sampai diseberang, aku masih harus menuruni tebing landai. Hujan yang turun tidak membuatku berpikir dua kali. langsung aku berjalan, melangkah menjejakkan kaki kiri. Begitu aku menaikkan kaki kanan, hilang keseimbangan. Aku berlari cepat, menuruni tebing landai seakan mengejar keseimbangan yang sudah duluan ambil start. Oleng ke kanan. Oleng ke kiri. Putaran kaki berganti begitu 'hurry', aku pun melintasi jalur maya berbentuk kelok jalan menuju gunung dalam gambaran anak seumuran SD kelas II di tahun 1985, tentunya dengan tangan merentang menyerupai lengan pesawat terbang, plus seruan: 'Wauw... wauw...wuaw....ow,...wa,.wa,..,oeojmd/ajaldjgubvmasvxp@&$^(!0dfmshalxnm*'. Aku lupa, berapa langkah diperlukan untuk melalui tebing landai itu. Yang kuingat, begitu aku sampai di dasar lembah, hari sudah senja.

Kini, aku sudah berada di depan pintu gerbang. Tepatnya, pintu rumah yang dijadikan gerbang. Atau gerbang itu terbuat dari pintu yang seharusnya ditempatkan sebagai pintu rumah. Tinggi, kira-kira dua meteran, lebar-satu meteran. Warna hijau, bahan kayu. Modelnya seperti pintu bar; bagian bawah pintu itu telah rusak sepanjang satu detik mata menatap vertikal pangkal ke ujung bagian rompal itu.

Kusentuh keempat jari--ibu jari, jari manis, kelingking, dan tengah--dari tangan kanan, lalu kudorong dengan telunjuk pintu itu. Pertama, sebegitu pintu terbuka, aku menoleh ke kiri. Satu pintu kamar berwarna coklat terbuka. Di dalamnya, kulihat dua orang manusia berpelukan di atas kasur bersprei putih. Yang satu rambutnya panjang, satunya pendek. (Apakah mereka pasangan perempuan-lelaki? Kupastikan, ya; meski hanya melihat sekilas. Kesimpulan itu dengan diputuskan nalar, sebab begitu biasa yang terjadi dalam kehidupan dan menjadi bagian nalar untuk mengambil keputusan.)

Aku pun menoleh ke kanan, sebuah ruangan dengan pintu bercat merah dan putih. Cat itu digoreskan sedemikian rupa oleh orang yang tak ahli, hingga menjadikan komposisi kurva merah dan putih yang terpisah. Dan, di sisi kiri atas seperempat pintu, tertempel poster metamorpohisis Bruce Banner menjadi The Incredible Hulk; lima fase metamorphosis.

Lalu, kulihat dia. Meski hanya sebatas punggung hingga kaki--tak kelihatan leher dan kepala karena terhalang dinding--aku yakin itu dia. Dia lagi berkaca. Itu kusimpulkan karena aku pernah melihat kaca di tempat dia berdiri membelakangi ku. Ku perhatikan, ia hanya memakai celana kolor bermotif kotak-kotak, warna merah, kuning, hijau, pink, biru, bergambar Mickey Mouse; plus tulisan 'Disney'.

BERSAMBUNG

1 comment:

  1. seperti biasa,
    membaca tulisan Dave, atau 'obin' rasanya seperti meniti dua bilah bambu licin yang dijadikan jembatan sementara dibawahnya mengalir sungai kecil yang tidak dalam dan tidak deras...
    sangat beresiko untuk jatuh dan membuatKu berhati-hati saat menitinya, padahal kalau jatuh pun tak apa...resikonya tidak terlalu menakutkan..at least I can handle it.. lagipula aku suka sesuatu yang menantang sejauh resikonya bisa kutanggung.

    tidak ada pagar...!
    tidak ada tempat untuk berpegangan...

    apakah aku harus berlari cepat,berjingkat hati-hati,atau melompat saja?
    seperti kau melompati 6 langsung ke 7.

    kebetulan aku suka angka 7, jadi aku tak protes.

    ReplyDelete