Titik

Terminal begitu sesak. Orang, entah bakal penumpang, pedagang, kondektur angkutan, calo kendaraan, petugas kebersihan, penjaga toko, preman, kucing berbelang tiga, menumpuk. Mereka berlalu-ganti begitu cepat. Kadang aku hanya mengenal kibasan rambut, kilasan tubuh, warna baju, kening mengkerut, teriakan, bayangan payung, desah nafas, dorongan, sesekali tentunya tatapan. Namun, itu hilang dengan segera. Terekam hanya, panas kepalang matahari siang.

Aku berdiri, memandang sekeliling. Seorang pria di sebelah gerobak buah eceran, berkulit legam tampak mengarahkan wajah menangkap aku. Kuperhatikan, dua alisnya, panjang tebal dan hitam, mengkerut hampir menyatu. Ada lima kerutan jelas berbaur 10 atau 20 kerutan ringan di daerah kening yang penuh ceceran peluh. Tetesan itu ia seka dengan lengan kanan berbulu lebat, lekas kubergegas meninggal titik berdiri.

Dua puluh langkah, aku berhenti. Kuputar kepala, memandang gerobak buah yang berisi semangka, nenas, pepaya dan melon. Ah, dia sudah tidak ada, batinku bersuara. Masa'?! Serasa dipaksa aku meneliti ulang.

Pengamatan kumulai dari isi gerobak. Semangka, merah, ada bintik kecoklatan dengan sedikit titik hitam, berbentuk setengah lingkaran. Nenas, kuning, memiliki banyak sayatan teratur menjadi lubang seperti aliran pembuangan, setengah silinder. Pepaya, campuran semangka dan nenas, berbentuk panjang, mendekati kapal selam. Melon, putih kental dengan warna hijau muda dan semakin pekat di area bawah, menyerupai setengah lingkaran. Satu balok es!

Tiba-tiba, ada yang menepuk pundak kiriku. Aku menoleh ke arah pasal itu. Tidak ada siapa-siapa. Sejenak aku bimbang berpikir. Sedikit menggelengkan kepala ke kiri, lalu balik ke tengah, posisi tegak. Kuhirup udara laiknya menarik batu masuk ke dalam dada, tak lupa kulepas dengan hembusan bertenaga dahsyat rasanya. Aku pun kembali memperhatikan gerobak buah itu.

Seksama kutatap, seorang pria bermuka lonjong namun bersegi kaku pada dagu, hidung yang tak mancung dan terlihat besar bahkan tak proporsional, tulang pelipis yang menjorok maju dengan alis hitam jarang tapi panjang, bola mata hitam berbaur abu-abu tertutups setengah kelopak mata pada ceruk antara pelipis, tulang hidung dan pipi, bibir legam yang terkatup rapat tapi masih meneteskan cairan merah dari dua sisi sempit di kiri-kanan, rambut pendek kriting kencang tak lebat pula hingga tampak bagian kepala yang pitak dan botak, daun telinga tak tak biasa, ada sepuluh cungkilan di putaran daun telinga menyerupai gerigi roda mekanik.Serta satu balok es!

Tiba-tiba, ada yang menepuk pundak kananku. Aku menoleh. Tidak ada!

No comments:

Post a Comment