Dini, Si Kelinci

Kemarin sore, seorang gadis cilik berusia sekitar empat tahun, memasuki Pusat Informasi Hall A Jakarta International Expo, dengan mata sembab sembari terisak menangis.

Aku melihatnya seperti seekor kelinci berbulu putih, berusia sembilan belas hari. Ya, seekor kelinci yang berhasil bermetamorphosis menjadi sosok anak perempuan mungil; bulu-bulunya berubah menjadi kuning langsat keemasan, telinga berdiri mendadak berevolusi menjadi sepasang kuncir ekor kuda, juga indra pengendus yang kerap berembus kembang kempis setiap detik menjadi bangir mancung bercampur rona merah karena mengisak air mata.

Ia bernama, Dini Gitariyani.

Gadis cilik ber-tank top kuning cerah dan bercelana jeans biru berlamur putih itu datang bersama seorang polisi, Ajun Komisaris Polisi Arnuar Ristioan. Ia seperti beruang, berbulu coklat kasar dan tambun besar. Jalannya perlahan sambil bergoyang seakan hendak menggoyang bumi dengan tiap hentak langkah yang ia perbuat. Tampak cakar-cakar tersembul dari rimbun bulu-bulu di sekitar lengan juga tungkai kaki. Kepalanya terusnya menoleh ke kanan-kiri, layaknya ia mendengar sayup riak sungai berair jernih dan berpikir: ah, pasti sekarng ada ikan salmon yang mencari ruang melepas telur.

Arnuar bertemu Dini di Hall A3, Jakarta Fair 2005, saat kelinci sembilan belas hari itu sedang bersedih hati, "Papa...., mama....," suara batin yang tertangkap beruang coklat dipertengahan usia panjang.

“Waktu saya lihat, dia udah nangis, seperti kehilangan orang tua,” jelas beruang, perlahan-lahan kalimat tertutur, kental bas, pada petugas informasi yang berstelan blazer pekat dipadu pakaian menyerupai kaos, warna pink, bertanya, gimana ceritanya. Aih, petugas ini seperti putri duyung. Langsing tubuh mendadak berubah wujud menjadi berbentuk tubuh ikan duyung yang selalu menjadi mangsa anjing laut. Tiap rambutnya tergerai gerak tubuh yang ringkas, seakan kulihat kepak ekor yang mengatur irama berlabuh dalam kedalaman laut.

Putri duyung itu pun beralih tanya kepada kelinci, ia mendekatkan mulutnya hingga misai menyentuh telinga panjang kelinci sembilan hari itu. Singkat, "Tinggal dimana?" Dini si kelinci menjawab, "Dekat rumah Rasip," sambil mengeraskan volume tangis.

Aih, sepertinya yang bernama Rasip ini adalah buaya. Aku membayangkan tubuh yang penuh totol kotak-kotak, kulit yang keras, juga rahang yang sedang menggangga. Ah, pasti Rasip sekarang sedang berjemur di pinggiran delta, di sungai dekat rumah si kelinci.

Putri duyung bernama Alini, pun segera mengabarkan perihal Dini melalui mikropon. Sambil memegang rambut seuntai rambut yang akan ia selipkan di belakang telinga kanan, ia menyeru merdu, "Diketemukan seorang anak perempuan berumur sekitar empat tahun, menyerupai kelinci."

Enam menit berlalu, seekor harimau datang masuk tergopoh-gopoh. Dengan napas menderu ia bertanya, "Mana kelinci itu," ujarnya sambil menapakkan lengan kanan; sementara yang kiri berkacak pinggang, dengan suara mega power bas 350 volt, tepat di depan putri duyung Alini.

Sontak kelinci teriak, “Pa..pa..,” dan langsung turun dari kursi menuju pintu keluar Pusat Informasi, mengejar si harimau.

Si harimau berbelang kuning hitam, Gerdi, langsung berlari menggunakan keempat kaki. Saat berjumpa kelinci, ia berdiri, memeluk lalu menggendong Dini. Tangis kelinci Dini pun berhenti, saat Gerdi memberinya sebatang coklat terbungkus alumnium foil yang ia keluarkan dari saku kanan.

Usai tangis kelinci mereda, karena elusan cakar pada kepala kelinci Dini, Gerdi mengurus permasalahan administratif dengan putri duyung. Akhirnya, semua muka; kelinci, beruang, putri duyung dan harimau mengalirkan rona lega pada wajah.

2 comments:

  1. well...well...
    seorang reporter memasuki arena pekan raya Jakarta. Ia kemudian mengenakan kacamata berbingkai hijau dengan corak menyerupai animal print.

    sesaat kemudian lobus optikusnya menyampaikan beberapa bytes informasi kepada gumpalan daging yang biasa disebut otak- lalu arena PRJ pun sontak berganti menjadi kebun binatang [atau mungkin hutan belantara...??]

    kali ini interpretasi saya memilih kebun binatang karena ada si Dugong dugon (o,ya itu nama latin ikan duyung, teman..)

    reporter mengamati,mendekat, menggerakkan bibirnya seperti sedang berucap lalu keningnya menghasilkan dua kerutan sesaat.

    beberapa jam setelahnya si reporter duduk di ruangan ber-ac,mengetik log-in, membuat berita lalu menulis sesuatu berjudul Dini, Si kelinci.

    ***

    ReplyDelete
  2. Wuahh gila! Sampe berkeringat aku membacanya. Typikal orang kota kali ya, cepat, lugas, tegas, keras, dan ... Mungkin dengan bantuan musik jazz, irama seperti ini bisa diperhalus. Setidaknya, improvisasi pada jazz memberikan waktu bernafas meski penuh improvisasi. Waktu untuk meresap disela goyangan jempol :p

    ReplyDelete