MONOLOG SANTUN

For now, at least,
if an error is to be made,
let it be made for the sake of mercy.
-W R S -
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Ini perkenalan pertama, tapi saya enggan memberikan nama. Suatu ketika, pernah kudengar ada yang berbicara, "What's a name?"--cukupkah alasan itu bagimu? Jika saja aku mampu bertukar mental denganmu, mungkin; seperti seekor simpanse bernama Atlanta bersikap terhadap sobat Mia yang melahirkan dalam penelitian Frans De Wall-- entah dalam buku apa pernah kubaca, bisa jadi aku hanya melihat sobekan koran, lalu kuberi impuls imaji, dan muncullah nama-nama itu: Frans De Wall, Atalanta dan Mia;; tapi yang lebih penting kurasa engkau mengerti. Aku tidak mahir bertukar mental.
Aku harap jangan pula kau pasang tampang berlipat lima, ibarat manggis jatuh dipekarangan rumah sewaktu kemarau panjang singgah, aih dapatkahy terbayang kerut merut jaringan epidermisnya yang berwarna coklat gelap kehitaman dengan sedikit merah serta kuning yang mencoba merebut tempat di retina?
O, tunggu sebentar. Aku ingat siapa yang berkata, "What's a name?" Kalau tak salah ia lahir di Inggris, kalau tidak salah (sekali lagi) ia lahir sekitar abad ke-15, kalau tak salah (sungguh aku minta sekali lagi) di Stratford, dan kalau tak salah (ampun, kalau kalian tak maafkan sungguh kurang ajar, sekali lagi) tanggal lahirnya tak jelas, tapi ia dibaptis sekitar bulan April, berbeda hitungan jari dengan hari kelahiran aku yang palsu (apakah aku lahir setelah sperma dan ovum bertemu di kantung rahim--beberapa menit atau detik setelah persenggamaan, atau setelah sembilan bulan sepuluh hari pertemuan itu yang menyebabkan aku membuat seorang perempuan berteriak, entah karena kesakitan atau hendak berjumpa kematian; padahal ia belum rela meninggalkan dunia?), dan kalau tak salah (untuk kali ini, aku tidak meminta maaf, ampun. Sungguh, terserah kalian mau berhenti mendengar, lebih tepatnya membaca. Aku persilahkan, sebab menyesal hanya pantas melekat di aku, bukan kau, eh... maksudku kalian. Dan, ini hanya perkara berpikirku yang tak jelas, tak sadar. Terserah, aku mau melanjutkan pikiran samar yang aku sendiri tidak tahu bakal berujung kemana?) kalimat itu merupakan bagian dari dialog panjang yang berhasilkan difilmkan; filmnya..., itu aku lupa, tapi seperti biasa itu berasal dari pusat perfilman dunia, namanya Kayu Suci.
Ah, aku ingat sedikit, film itu sempat aku tonton di bioskop kelas 21, sewaktu Sekolah Menengah Umum, 1996; ya, aku menonton film itu tak bayar sepeser pun, hanya perlu kesabaran menunggu, lalu setelah film dimulai sekitar lima menit hingga sepuluh menit, aku pun bisa masuk bersama dua temanku, dan duduk menikmati sajian dari aktor yang bernama menyerupai seorang pelukis-cum-pematung-cum-arsitek-cum-insinyur-cum-matematikawan-cum-filosof (alamak, sudah pasti orang kumaksud ini genius kali, setidaknya bagiku), yang berakhir pada kematian; kalau aku tak salah, seorang penyair sempat mengabadikannya dalam sebuah sajak yang aku pun tak ingat berjudul apa, hanya satu kata saja aku ingat terang: membabibuta; ya...
antara penanya dan yang ditanya itu akhirnya mati! Ha...ha.ha...ha.., hanya karena persoalan keluarga, aih kenapa aku bisa teringat inti masalah itu, aih kurang ajar benar pikiran ini, ketika aku bersenang, bahagia, segala bisa ternalar dengan mudah, pfuh aku coba teruskan, keluarganya terpecah, lalu ada pesta, lalu datang, bertemu, lalu bercinta! Ha..,...,, haha.,.,haha, hingga akhirnya mereka mati berdua atas keputusan yang tak jelas gunanya!

Hei, tunggu dulu, bukankah film itu ditutup dengan air mata?

Satu lagi, aku harap kau jujur menjawab. Namaku, memang tak bergunakan. Maaf, aku mengecewakanmu, sudah capai kau dengar aku berkomentar panjang lebar hingga merambah jadi tak jelas; aku pikir kau pun tak sampai ke titik akhir ini! Ah,


Lampu yang padam, hanya meninggalkan bayangan kursi kosong jadi gosong didalam angan. Aku pun tetap terdiam dalam gelap mengutip pecahan terang yang mungkin saja belum beranjak jalan. Sesudahnya, baru aku melangkah, tinggalkan ruang; tapi aku tak tahu, entah kapan.

No comments:

Post a Comment